Stres menghadapi pasangan dan rutinitas pekerjaan rumah ternyata dapat merembet menjadi gangguan fisik. Cegah sebelum terjadi.
Wah, apa mungkin problem rumah tangga bisa sampai membuat seseorang terganggu fisiknya? "Sangat mungkin," tanggap Anna Surti Ariani, Psi. Ia lantas memberi contoh, seorang wanita datang ke ruang praktik psikolog. Keluhannya cuma satu, "Kalau saya bicara, mendadak suami saya jadi tuli. Sudah diperiksakan ke dokter THT, katanya tidak ada masalah. Apa yang terjadi dengan saya dan suami saya?" ratapnya sambil terisak. Sederhananya, sekecil apa pun masalah rumah tangga yang dihadapi memang bisa menyebabkan stres. Jika masalahnya besar, tentu akan menyebabkan stres yang lebih besar. Contohnya, tuntutan cerai dari pasangan pastinya menimbulkan stres yang lebih tinggi dibandingkan konflik karena pasangan selalu lupa mematikan lampu kamar mandi. Efek stres pada tiap individu jelas berlainan. Ada yang bersifat psikologis; misalnya jadi cemas, panik, takut, dan menurunkan daya ingat atau konsentrasi kerja secara drastis. Ada pula yang bersifat fisik. Contoh efek yang pertama misalnya, seorang ibu dengan 2 anak laki-laki aktif, besar kemungkinan akan lupa menjalankan pesan suaminya untuk menelepon toko servis komputer. Contoh lainnya, ada istri yang memergoki suaminya ditelepon si mantan, lantas mutung dan jadi uring-uringan alias bawaannya marah-marah terus. Sedangkan contoh sederhana dari efek yang bersifat fisik, seringkali jantung kita berdebar-debar karena suatu masalah. "Sebenarnya itu contoh kecil akibat stres pada fisik, jantung kita memompa darah lebih cepat dan seterusnya," lanjut psikolog yang akrab disapa Nina. Ada pula yang langsung merasa pening dan perutnya bergolak seperti mau muntah. Bila tingkat stresnya lebih tinggi bisa sampai memunculkan gangguan hipertensi, mag, bahkan tuli seperti suami ibu tadi. Yang menarik, kata Nina, ada orang-orang tertentu yang mengarahkan stresnya (sengaja ataupun tidak sengaja) pada hal-hal yang lebih dalam dan dahsyat lagi, yaitu gangguan fungsi tubuh. Kenapa bisa lari ke fisik? "Itu akibat kerja otak kita. Intinya, ada hubungan saling memengaruhi dalam otak manusia, sehingga suatu peristiwa yang diterima bagian otak tertentu akan memengaruhi bagian otak lain yang mengatur metabolisme tubuh." RAGAM GANGGUAN FISIK Nina kemudian menjelaskan mengenai teori psikologi yang menerangkan adanya beragam gangguan fisik akibat stres. "Tapi untuk memastikan apakah gangguan tersebut disebabkan stres, harus ahli yang melakukan," tandasnya. Apa sajakah itu? Berikut rincinya: * Pain symptom Gangguan ini berwujud sakit kepala yang terus-menerus, sakit perut berlebihan, jadwal menstruasi mundur/maju terus dan sebagainya. * Gastrointestinal symptom Gangguan yang ditimbulkan berupa mual, muntah, diare, dan intoleransi pada makanan tertentu. * Sexual symptom Gangguan pada pria umumnya berupa disfungsi ereksi. Sedangkan pada wanita jadi sulit sekali terangsang, menstruasi tidak teratur, bahkan beberapa ada yang mengalami perdarahan luar biasa sewaktu datang bulan. * Pseudoneurological symptom Gangguan ini lebih parah lagi, yaitu kelumpuhan/paralisis, kesulitan mengunyah, halusinasi, kebutaan, ketulian, bahkan kehilangan kesadaran. * Hipokondria symptom Yang bersangkutan selalu merasa tubuhnya sakit padahal sebenarnya tidak apa-apa. Beberapa bahkan mendikte dokter untuk mendukung "khayalannya" bahwa ia sedang sakit. CEGAH SEBELUM TELANJUR Menurut Nina, bila stres sudah berujung pada gangguan fisik, tentu penyelesaiannya menjadi lebih tidak mudah. Padahal sebenarnya hal ini bisa dicegah dengan cara meminimalkan efek stres. Misalnya ada pasangan yang kehidupan rumah tangganya selalu bergolak. Setelah sekian lama, salah satunya mulai mengeluhkan sulit tidur. Langkah pertama yang bisa dilakukan memeriksakannya ke dokter apakah ada gangguan tertentu. Kalau ternyata tidak ada gangguan kesehatan secara umum, mungkin penyebabnya stres. Cari tahu apa yang menyebabkannya stres, dan cobalah menyelesaikan masalahnya. Kalau perlu minta bantuan ahli. "Jangan sampai keluhan fisik ini dianggap bukan apa-apa, sehingga pemeriksaan kesehatan pun diabaikan. Hal ini akan memperparah keadaan dan upaya penanganannya pun akan semakin sulit," tandasnya. Jangan dikira pula cuma pasangan yang sama-sama sibuk di luar saja yang rumah tangganya berpeluang akan bermasalah. Begitu pula rumah tangga yang diwarnai dengan perselingkuhan dan terguncang hebat. Asal tahu saja, seorang istri yang kelihatannya tenang bekerja di rumah dan melulu menangani urusan rumah tangga pun bisa juga mengalami stres. "Mengulang-ulang pekerjaan secara monoton tiap hari juga bisa membuat stres lo. Apalagi kalau ia sama sekali tidak punya tempat untuk berbagi." Pada kasus-kasus seperti ini pencegahan memang lebih berharga. Namun bukan berarti kalau sudah sampai menyebabkan gangguan fisik, lalu tidak ada jalan keluarnya. "Kalau dirasa gangguan 'ringan' sudah mulai muncul, seperti jadwal menstruasi tidak teratur, sering sakit kepala, sakit perut dan sebagainya, ada baiknya periksa ke dokter dulu," saran Nina. Seandainya, setelah dokter menyatakan fisiknya sehat-sehat saja, tapi yang bersangkutan tetap merasa ada gangguan, segeralah konsultasikan dengan psikolog ataupun psikiater (dokter spesialis kesehatan jiwa). "Percayalah, psikolog atau psikiater tidak hanya menangani mereka yang mengalami gangguan kejiwaan, tapi lebih untuk mengoptimalkan fungsi orang normal," kata Nina meyakinkan. "Justru akan bertambah parah dan semakin tak tertangani kalau tanpa bantuan ahli." AGAR HIDUP TETAP NYAMAN TAK bisa dipungkiri, masalah rumah tangga akan selalu membuntuti ke mana pun suami-istri melangkah dan menimbulkan stres. Supaya tekanan ini tidak berkembang menjadi beban pikiran yang berat, ada baiknya ikuti beberapa tip berikut seperti disarankan Nina: * Cobalah untuk selalu berpikir positif. Dengan demikian, berbagai masalah yang ada tidak hanya dilihat susahnya saja, tapi juga bisa mendatangkan manfaat dari sudut pandang yang berbeda. * Cobalah mengekspresikan perasaan dan pikiran. Jangan tergantung pada pasangan saja, tapi usahakan mempunyai komunitas lain untuk berbagi. Misalnya keluarga besar, sahabat, teman lama, tetangga, dan sebagainya. * Buka mata dan buka telinga dengan banyak membaca, nonton teve, mendengarkan radio, dan sebagainya. Ini akan membuat kita sadar bahwa masalah yang ada tidak spesifik menjadi "neraka" buat kita, karena masih banyak juga yang mengalami masalah serupa bahkan lebih menderita daripada kita. * Banyak berdoa dan mendekatkan diri pada Tuhan. Ini cara ampuh untuk menenangkan diri. * Lakukan hal-hal yang menimbulkan kesenangan dan ketenangan. Misalnya sesekali bersantai di salon atau sekadar ngobrol dengan tetangga. Bisa juga belajar relaksasi seperti yoga untuk menumbuhkan kedamaian dalam diri. * Variasikan kehidupan. Jangan terjebak pada rutinitas kerja ataupun melakukan pekerjaan rumah tangga yang itu-itu saja dengan cara yang sama dari waktu ke waktu. Berusahalah untuk kreatif. * Rajin-rajinlah bercinta! Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa hubungan seksual bisa membuat individu yang melakukannya merasa senang, sehingga berdampak pada menurunnya hormon pemicu stres. * Yang pasti, selesaikan semua masalah yang timbul dalam kehidupan berumah tangga. Jika masalah yang tidak terselesaikan menumpuk, maka hal tersebut ibarat bom waktu yang siap "meledak" kapan saja. Marfuah Panji Astuti. Ilustrator: Pugoeh |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar